Radio komunikasi memegang guna perlu dalam penyampaian informasi kebencanaan, terutama saat darurat di mana moda lain tidak berfungsi. Karenanya penyampaian pesan perlu dikerjakan bersama jelas. Jika tidak, kesempatan multitafsir pun mampu terjadi. Dampaknya mampu dibayangkan. Penanganan bencana berpotensi keliru sasaran.
Begitulah analisis diskusi yang terjadi di Gedung Dakwah Muhammadiyah Pacitan, Jalan HOS Cokroaminoto. Dalam aktivitas yang bertajuk ‘Asah Terampil Relawan Komunikasi Radio saat Darurat Bencana’, sejumlah isu pun mengemuka. Mulai dari trick memanfaatkan perangkat, penentuan istilah, hingga tata krama berkomunikasi di udara.

Di depan puluhan breaker, pegiat komunikasi Agus Hadi Prabowo mula-mula menyebutkan pentingnya peran diseminasi informasi kebencanaan melalui radio. Hal itu terutama menyangkut laporan perihal dari kawasan pelosok. Oleh dikarenakan itu, operator semestinya memanfaatkan pola komunikasi yang efektif. Caranya bersama berbahasa lugas, singkat, namun jelas.

“Istilahnya loud plus clear. Saat darurat seperti itu sebaiknya menanggalkan nama udara atau nama samaran. Gunakan nama asli dan juga sebutan benda cocok bersama nama aslinya,” papar pria yang puluhan tahun malang melintang di dunia radio amatir.

Tidak itu saja, sebelum akan memanfaatkan pesawat radio, operator semestinya menyiapkan seluruh perangkat pendukung. Mereka terhitung perlu mengetahui karakteristik masing-masing peralatan. Hal itu perlu dikarenakan kecuali pemakaian fasilitas tidak dikerjakan bersama benar, maka daya pancar radio dipastikan tidak maksimal.

Baca Juga : alamcloud | Streaming dan dengarkan musik online secara gratis terbaru

Misalnya pada pesawat (radio), kabel, dan antenanya tidak match maka kinerjanya menurun. Risiko paling buruk, pesawat radio bakal rusak,” papar pensiunan pegawai di jajaran Kementerian Agama RI ini.

Beragam inspirasi terhitung mengemuka dalam ajang sarasehan yang digelar Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) itu. Satu di antaranya perihal perlunya penyediaan frekuensi spesifik yang cuma digunakan saat darurat. Penggunaannya mampu memanfaatkan stasiun pancar ulang punya Badan Penanggulangan Bencana tempat (BPBD) yang sepanjang ini sudah ada.

Edy Suwito, pegiat komunikasi dari Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) berharap fasilitasi selanjutnya mampu dikerjakan oleh BPBD. Dirinya apalagi mengusulkan pemakaian kanal frekuensi spesifik untuk disepakati menjadi jalan komunikasi kebencanaan. Tentu saja kanal yang digunakan perlu dilengkapi legalitas perizinan cocok ketentuan yang berlaku.

“Jadi tanpa menyaksikan (operator) dari organisasi apa, yang perlu tujuannya adalah menunjang melaporkan informasi kebencanaan sehingga penanganan mampu lebih cepat,” papar pria yang tinggal di Kecamatan Punung.